Minggu, 18 Agustus 2013

Prospek Pendirian Perusahaan Asuransi Berbadan Hukum Koperasi Bidang Usaha Jasa Asuransi Jiwa Kredit




Bahan ini sudah dipresentasikan pada :

Temu Nasional Strategi dan Kebijakan Pendirian Perusahaan Asuransi Berbadan Hukum Koperasi

Jakarta, 27-29 Agustus 2013

Prospek Pendirian Perusahaan Asuransi Berbadan Hukum Koperasi

Bidang Usaha Jasa Asuransi Jiwa Kredit

Oleh : Akhmad Junadi,SE.ME
 (Peneliti Madya Bidang Manajeman UKM dan Koperasi

Kementerian Koperasi dan UKM)






(Naskah ini dimuat di Majalah Infokop Vol 22 Juni 2013

Abstrak

Mendirikan koperasi asuransi jiwa kredit adalah upaya menyatukan kemampuan yang kecil-kecil dan tersebar dalam wilayah yang luas dengan tujuan menciptakan sistem perlindungan usaha simpan pinjam dengan membentuk  organisasi ekonomi untuk melakukan tindakan bersama dalam rangka mencapai tujuan bersama.  Asuransi jiwa kredit sangat dibutuhkan oleh anggota koperasi  untuk melindungi jiwa peminjam  dari risiko kematian, kecelakaan dan sakit  yang mengakibatkan kegagalan dalam pelunasan  pinjaman. Asuransi jiwa kredit juga sangat dibutuhkan oleh koperasi simpan pinjam mendukung keberlanjutan lembaga keuangan. Untuk membentuk sebuah koperasi diperlukan adanya kesamaan kepentingan ekonomi. Asuransi jiwa kredit adalah menjadi ikatan pemersatu dan wujud kesamaan kepentingan ekonomi dalam berkoperasi.  
Indonesia memiliki kekuatan dalam jumlah koperasi simpan pinjam dan jumlah anggota  tersebar di seluruh Nusantara. Selain itu, koperasi simpan pinjam juga memiliki  sumberdaya dan kekayaan serta pinjaman beredar yang berkembang dari tahun ke tahun. Pinjaman beredar yang disalurkan kepada para anggota sekaligus menjadi kekuatan potensi captive market untuk asuransi jiwa kredit oleh koperasi yang akan dibentuk.  Sesuai dengan prinsip koperasi, seluruh Koperasi di Indonesia melaksanakan kerjasama antar koperasi dengan  mendirikan koperasi  Sekunder (Skd). Pengembangan usaha asuransi jiwa kredit oleh koperasi harus mempertimbangkan hukum bilangan besar yang dikenal umum dalam industri asuransi serta mematuhi prinsip dasar asuransi. Asuransi membutuhkan suatu kondisi semakin banyak polis asuransi dijual, semakin banyak orang berkontribusi dalam pengumpulan dana dan menggunakan dana tersebut untuk membayar klaim ketika  terjadi risiko gagal bayar akibat meninggal dunia, kecelakaan atau sakit dari salah satu atau beberapa peminjam. Untuk menjalankan usaha ini, koperasi harus memiliki badan hukum dan memiliki ijin usaha asuransi.  Usaha utama dari asuransi jiwa kredit adalah melayani perlindungan jiwa peminjam dengan cara menjual polis asuransi, menghimpun premi asuransi dan membayar klaim dan menempatkan dana ke dalam investasi yang aman dan mudah diuangkan.       

Kata Kunci : koperasi, asuransi, jiwa kredit

Abstract

Establishing Cooperative Credit Life insurance is an effort to bring together the capabilities of small and scattered with the aim of creating a system of protection of savings and loans to establish economic organizations as a way to join action to achieve common goals. Credit life insurance is needed by the members of the cooperative to protect the lives of borrowers from the risk of death, accidents and sickness that lead to failure in repayment of the loan. Credit life insurance is also needed to support the sustainability of saving and loan cooperative as financial institutions. A cooperative can be formed if there is commonality of economic interests. Credit life insurance is a form of common interest in the cooperative.

Indonesia has the number of saving and loan cooperatives and their members very much, spread nationally, has resources and assets as well as outstanding loans growing from year to year.  Outstanding loans were distributed to the members as well as a captive  potential power market for credit life insurance. In accordance with the principle of cooperation, all Indonesian Cooperatives in implementing cooperation among cooperatives by establishing cooperative secondary (Scd). Credit life insurance business development by cooperatives should consider the law of large numbers is commonly known in the insurance industry as well as adhere to the basic principles of insurance. Insurance requires a condition more and more insurance policies are sold, the more people contribute in raising funds and use those funds to pay claims in the event of default risk due to death, injury or illness of one or more borrowers.  In operating this business, cooperatives must have a legal entity and has insurance business license from the Financial Services Authority (FSA). Main business of credit life insurance is life insurance serve borrowers by selling selling insurance policies, collect premiums and pay claims and put the funds into investment safely and easily cashed.

Keywords : cooperative, insurance, credit life



I.                Pendahuluan
Asuransi  merupakan suatu kemauan untuk menetapkan kerugian- kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti atau subtitusi kerugian kerugian yang besar yang belum pasti (Haris, 2000).  Pengaturan hukum terhadap asuransi dalam KUHPerdata terdapat dalam Pasal  1774 perjanjian pertanggungan. Pasal ini mengatur bahwa mengenai perjanjian pertanggungan diatur dalam Kitab Undang  Undang Hukum Dagang. Dalam KUHD, asuransi diatur dalam pasal 246 hingga pasal 308. Pasal 246 - 286 berisi tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya. Menurut pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, dimana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak  mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti. Pasal 287 -308 berisi tentang asuransi atau pertanggungan terhadap kebakaran, bahaya- bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipanen, dan tentang pertanggungan jiwa. 
Selain itu, usaha perasuransian diatur dalam  UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan peraturan pelaksanaannya yaitu PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 1992  menyatakan bahwa Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti. 

Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Pasal 7, menyatakan bahwa Usaha  Perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk: Perusahaan Perseroan (PERSERO),  Koperasi atau Usaha Bersama (Mutual). Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian  Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa Perusahaan Asuransi adalah  Perusahaan Asuransi Kerugian dan Perusahaan Asuransi Jiwa. Selanjutnya dalam Pasal 2A menyatakan bahwa Perusahaan Asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha di bidang asuransi kerugian atau asuransi jiwa.  Jenis usaha asuransi pada umumnya  terdiri dari Asuransi Kerugian dan Asuransi Jiwa.  Asuransi Kerugian terdiri dari Asuransi Kebakaran,  Asuransi Kehilangan dan Kerusakan,  Asuransi laut, Asuransi Pengangkutan, dan Asuransi Kredit. Sedangkan Asuransi Jiwa terdiri dari  Asuransi Kecelakaan, Asuransi Kesehatan dan Asuransi Jiwa Kredit. Untuk kepentingan  penajaman , tulisan ini akan difokuskan dengan ruang lingkup Asuransi Jiwa Kredit.
Herdiana (2011) menyatakan asuransi jiwa kredit merupakan suatu macam asuransi jiwa, dimana yang dipertanggungkan adalah jiwa pihak debitur/peminjam dari pihak tertanggung, dan pihak penanggung memberi santunan sebesar sisa hutang yang belum dilunasi sesuai dengan jadwal pelunasan, jika debitur tertanggung meninggal dalam masa asuransi.  Menurut  Alfiandi (1993)  dalam Herdiana (2011), dari pengertian asuransi jiwa kredit tersebut dapat dijabarkan bahwa dalam asuransi jiwa kredit memiliki ciri ciri sebagai berikut :
1.         Asuransi jiwa kredit pada dasarnya adalah asuransi jiwa. Obyek yang dipertanggungkan adalah jiwa pengambil kredit dengan jumlah pertanggungannya dibatasi paling tinggi sebesar nilai pokok pinjaman ditambah bunga.
2.         Hak klaim timbul apabila debitur tertanggung meninggal dunia dalam kurun waktu pertanggungan.
3.         Apabila klaim telah dibayar oleh pihak penanggung maka atas sisa pinjaman debitur tertanggung dinyatakan lunas sehingga surat-surat bukti pemilikan jaminannya dikembalikan kepada ahli waris debitur tertanggung/pemilik jaminan. Dalam hal ini pihak penanggung tidak mempunyai hak subrogasi atas sisa pinjaman debitur tertanggung.
4.         Dalam praktek plan asuransi jiwa kredit dipasarkan dalam bentuk asuransi perkumpulan/ kelompok. Hal ini dilakukan hanyalah merupakan semacam metode penjualan secara kelompok. Plan yang ditawarkan pada umumnya sama seperti yang dijual secara perorangan. Beberapa ciri  khas asuransi kumpulan yaitu :
a.          Satu polis induk.
b.         Sertifikat untuk para peserta.
c.          Premi relatif rendah.
d.         Administrasi sederhana.

Pada dasarnya asuransi jiwa kredit adalah mekanisme proteksi atau perlindungan dari risiko kerugian keuangan dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak lain. Usaha asuransi merupakan suatu mekanisme yang memberikan perlindungan pada tertanggung apabila terjadi risiko di masa mendatang. Apabila risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak tertanggung akan mendapatkan ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan antara penanggung dan tertanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat dibutuhkan koperasi simpan pinjam  yang menyalurkan pinjaman kepada anggota  yang penuh dengan risiko.  Pengembangan usaha Asuransi Jiwa Kredit dapat menciptakan sistem perlindungan atas risiko keuangan koperasi simpan pinjam beserta anggotanya. Secara umum, para anggota koperasi simpan pinjam akan mempertimbangkan untuk mengurangi risiko yang dihadapi. Risiko tidak terbayarnya pinjaman anggota koperasi akan muncul apabila ada anggota peminjam menghadapi risiko cacat atau meninggal dunia.
Penyelenggaraan asuransi jiwa kredit memiliki prospek dan cocok untuk dikembangkan  dalam menunjang usaha simpan pinjam oleh koperasi. Dengan memperhatikan jumlah koperasi simpan pinjam, anggota, dan besarnya pinjaman serta kekuatan modal dan potensi  pasar  yang dimilikinya, sudah saatnya koperasi memiliki perusahaan asuransi sendiri. Pada tahap awal pembentukan, diperlukan  peran Pemerinah yang sangat besar. Berdasarkan  UU No. 17 Tahun 2012  tentang Perkoperasian bahwa Koperasi yang mengembangkan jasa keuangan bidang usaha asuransi merupakan jenis koperasi jasa. Untuk mengembangkan koperasi jasa masih banyak hal-hal yang harus digali dan dibahas sehubungan dengan berlakunya  UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, terutama menyangkut perubahan aturan kelembagaan dan permodalan, pengawasan dan peran Pemerintah. Peran Pemerintah yang diharapkan antara lain mendorong prakarsa gerakan koperasi dalam pembentukan perusahaan asuransi,  mengembangkan forum  dan rapat pra pembentukan  koperasi asuransi, menyiapkan regulasi kelembagaan koperasi yang bergerak dalam usaha asuransi dan memberikan bimbingan teknis dan kemudahan  pembentukan koperasi, serta peningkatan akses untuk memenuhi kebutuhan setoran  modal awal koperasi.  

II.                Potensi pengembangan usaha asuransi jiwa kredit  oleh koperasi

Usaha asuransi jiwa kredit adalah usaha menjual jasa pertanggungan kepada para peminjam atau debitur dari suatu lembaga keuangan.  Proses bisnis asuransi pada umumnya dimulai dengan menjual polis asuransi, menerima premi sebagai pendapatan utama, menginvestasikan dana hasil penghimpunan dana, menyisihkan cadangan untuk klaim, dan membayar klaim asuransi jika terjadi klaim. Dalam melihat potensi usaha asuransi jiwa kredit oleh koperasi faktor yang dapat dihitung adalah antara lain :  jumlah koperasi, jumlah anggota, nilai pinjaman beredar, tarif premi asuransi, dan klaim asuransi serta manfaat bagi peminjam.  Untuk memahami sejauh mana  peluang pengembangan usaha asuransi jiwa kredit oleh koperasi, akan diuraikan hal-hal sebagai berikut.

1.                  Metode asuransi perkumpulan 

Metode asuransi perkumpulan ini digunakan untuk menghitung potensi  bisnis asuransi jiwa kredit oleh koperasi. Metode kelihatannya dinilai paling cocok  untuk diterapkan di dalam koperasi.  Koperasi  itu sendiri memiliki dasar yang kuat sebagai suatu organisasi perkumpulan, melibatkan banyak orang dan menerapkan tolong menolong dan tanggung renteng dalam menjalankan usaha. Dalam praktek, sesungguhnya metode ini sudah dijalankan oleh Daperma Inkopdit.  Dalam metode ini asuransi jiwa kredit dipasarkan dalam bentuk asuransi perkumpulan/ kelompok. Pihak Pengelola Daperma Inkopdit  menawarkan “polis asuransi jiwa” untuk kepentingan perlindungan peminjam perorangan melalui koperasi primer. Selama ini metode ini berjalan sangat efektif dan kita tinggal mereplikasikannya.  Ciri  khas asuransi kumpulan Daperma”  yaitu : 
a)         Setiap koperasi peserta Daperma mendaftarkan anggotanya “ peminjam” untuk ikut Daperma.
Dalam istilah asuransi perkumpulan, tanda bukti kepesertaan ini mirip dengan polis induk. 
b)         Para peserta Daperma  terdaftar sebagai peserta Daperma yang administrasinya dikelola oleh koperasi peserta Daperma (tanda bukti kepesertaan cukup dicatat dalam daftar peminjam yang mendapatkan perlindungan Daperma). 
c)         Premi relatif rendah. 
d)        Administrasi sederhana. 
e)         Pembayaran permi dilakukan setiap bulan dalam bentuk iuran Daperma dihitung dari saldo pinjaman beredar setiap bulan. 
f)          Pembayaran klaim dilakukan dengan cara koperasi mengajukan langsung ke Inkopdit melalui Puskopdit masing-masing. 

2.                  Potensi Jumlah Polis Induk diterbitkan 

Potensi polis induk yang akan diterbitkan koperasi adalah sebanyak  jumlah koperasi peserta asuransi jiwa kredit.  Dalam menghitung potensi jumlah polis induk asuransi diasumsikan sama dengan jumlah koperasi simpan pinjam. Koperasi-koperasi ini berperan selain sebagai pemilik koperasi jasa asuransi jiwa kredit juga berperasn dalam memasarkan polis asuransi jiwa kredit kepada para anggota KSP.

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM (Oktober 2012)


Pada saat ini jumlah koperasi  simpan pinjam sebanyak  97.950 unit   (lihat Gambar 1). Dengan memperhatikan jumlah Koperasi simpan pinjam tersebut, kita dapat mengestimasi potensi jumlah polis induk yang diterbitkan oleh koperasi jasa asuransi jiwa kredit.  Jika kita mengasumsikan setiap koperasi dapat menerbitkan 1 (satu) induk polis asuransi jiwa kredit, maka potensi jumlah polis induk asuransi jiwa kredit yang diterbitkan akan sama dengan jumlah KSP/USP dan KJKS dan UJKS yaitu sebanyak 97.950 unit.

3.                  Jenis Produk Asuransi

 Berbicara tentang produk, bukanlah berarti produk yang dijual haruslah nomer satu. Karena dewasa ini semua produk di industri asuransi sangatlah bersaing. Namun, dengan mempunyai produk yang spesifik, akan memudahkan koperasi  mendapat memasarkan produk. Apalagi bila produk tersebut tidak dimiliki oleh perusahaan pesaing. Banyak sekali produk asuransi yang dapat dikembangkan oleh koperasi asuransi.  Jenis produk utama asuransi jiwa kredit merupakan produk yang sangat spesifik yang dapat dikembangkan di lingkungan koperasi.  Ada beberapa contoh produk asuransi jiwa kredit sebagaimana dikemukakan Herdiana (2011), sebagai berikut  :
a)                  Asuransi jiwa kredit (Credit life insurance), yaitu Asuransi jiwa kredit dimana hak klaim dari tertanggung anggota peminjam  terbit jika  peminjam  tertanggung meninggal.
b)                   Asuransi kecelakaan kredit (Credit accident insurance) Asuransi jiwa kredit yang penutupanya didasarkan jika  tertanggung  anggota peminjam atau peserta asuransi itu mengalami kecelakaan.
c)                  Asuransi Kesehatan Kredit (Credit Sickness Insurance)  Asuransi jiwa kredit dimana hak klaim baru terbit jika tertanggung  anggota peminjam  mengalami sakit yang parah sehingga mengalami ketidakmampuan untuk memenuhi kewajibanya dalam perjanjian kredit yang bersangkutan.


4.                  Cara Menentukan Nilai Pertanggungan 

Pada dasarnya ada cara menghitung nilai pertanggungan jiwa kredit. Namun pada dasarnya basis untuk menghitungnya bersumber dari dua hal, yaitu besarnya nilai kredit yang dipertanggungkan berdasarkan nilai awal kredit atau nilai sisa kredit.  Adapun cara menghitung nilai pertanggungan kredit dikemukakan Herdiana (2011) sebagai berikut : 

a.          Nilai pertanggungan sama dengan nilai kredit awal . Artinya jika  jika tertanggung anggota  peminjam meninggal dunia pada masa asuransi, maka penanggung wajib membayar sejumlah sebesar nilai kredit awal  kepada pihak tertanggung.  Karena nilai yang dipertanggungkan besarnya sama dengan kredit awal sampai hutannya dilunasi, maka  premi yang dibayarkan akan lebih besar jika dibandingkan yang dipertanggungkan sebesar saldo hutang. 

b.         Nilai pertanggungan sama dengan nilai sisa kredit. Artinya, jika tertanggung anggota peminjam meninggal dunia, maka   kewajiban penanggung dalam membayar sejumlah uang kepada tertanggung sebesar sisa hutang  tertanggung  anggota peminjam.

Pada cara pertama, jelas sekali premi yang dibayarkan akan sangat besar. Namun dari sisi administrasi sangat sederhana. Sementara cara yang kedua, terlihat lebih realistis, karena pembayaran premi mengikuti mutasi saldo utang  peminjam.  Pada umumnya dalam praktek, umumnya koperasi lebih memilih cara yang kedua, selain tidak memberatkan juga nilai yang dipertanggungkan mengikuti besarnya  saldo utang. Sementara pada cara yang kedua, terlihat pembeli polis asuransi diringankan dalam pembayaran premi. 

5.                  Sistem waktu pembayaran premi

Premi asuransi jiwa adalah  uang yang dibayarkan oleh tertanggung kepada perusahaan asuransi sebagai imbalan jasa atas jaminan perlindungan yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung dengan menyediakan sejumlah uang (benefit) terhadap risiko kematian, cacat, sakit sesuai dengan kondisi yang diasuransikan.  Tentang bagaimana cara menetapkan besarnya premi sangat tergantung dari jenis asuransi yang akan ditutup, risiko serta jangka waktu  penutupan. Sedangkan  sistem  pembayaran premi asuransi jiwa kredit, koperasi dapat memilih alternatif pembayaran premi sebagaimana dikemukan Herdiana (2011) sebagai berikut :

a)               Pembayaran premi asuransi jiwa kredit eka waktu,  yaitu pembayaran premi hanya sekali, pada saat akan ditutupnya perjanjian asuransi.  Sistem pembayaran sekali akan sangat memudahkan pengadministrasian. Namun seringkali, nilai premi yang dibayarkan relatif besar dan memberatkan tertanggung.    
b)               Pembayaran premi asuransi jiwa kredit  cicilan bulanan,  pembayaran premi dicicil setiap bulan bersamaan dengan cicilan pembayaran kredit dengan jasa/ bunganya. Sistem pembayaran berdasarkan cicilan ini lebih disukai tertanggung, namun implementasinya membutuhkan kedisiplinan pembayaran yang sangat tinggi dan tepat waktu.  Keterlambatan dalam pembayaran dapat menyebabkan klaim tidak bisa dibayarkan oleh perusahaan asuransi. Karena dalam asuransi berlaku ketentuan “no pay, no klaim”.

6.                  Penetapan  premi asuransi jiwa kredit

Cara menentukan tariff premi dalam asuransi jiwa kredit  tentu dikaitkan dengan  nilai ekonomi dari pinjaman yang dipertanggungkan serta besarnya perlindungan yang akan diberikan.  Selain hal hal tersebut diatas, faktor umur, kesehatan peminjam, jangka waktu kredit dan kinerja dari koperasi juga menjadi pertimbangan dalam pemberian asuransi jiwa kredit. Salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan  premi asuransi jiwa kredit  adalah  Premi Daperma. Metode ini  sudah dijalankan Inkopidt  sejak tahun 1979 yang dikenal dengan nama Daperma (Dana Pelindungan Bersama).  Daperma adalah semacam perlindungan jiwa  bagi peminjam dan  pemilik  simpanan saham yang berlaku internal dalam lingkungan koperasi kredit. 
Premi Daparma ditetapkan sebesar  Rp 650 per 1.000.000 outstanding pinjaman atau Rp 0,65 per mil per satu rupiah saldo pinjaman  dan dibayarkan setiap bulan.  Dalam praktek, koperasi peserta Daperma  membayar Daperma kepada Inkopdit sebesar Rp 650/1.000.000 x saldo pinjaman beredar setiap bulan.  Dengan asumsi, Daperma ini dapat dijadikan referensi untuk menghitung premi.


7.                  Potensi Jumlah Peserta Asuransi  

Potensi jumlah peserta pertanggungan jiwa kredit sangat besar sekali (lihat Gambar  2). Jumlah anggota koperasi simpan  pinjam  sebanyak  17.944.641 orang. Jumlah ini merupakan batasan jumlah peserta asuransi jiwa kredit. JIka seluruh anggota meminjam dan secara otomatis diikutsertakan dalam asuransi, maka seluruh peserta pertanggungan akan sama dengan  jumlah peminjam. Persoalannya kita tidak bisa mengetahui secara persis seberapa banyak jumlah peminjam di Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia  belum memliki sistem informasi tentang usaha simpan pinjam  sebagaimana  yang dimiliki Bank Indonesia dalam Sistem Informasi Debitur (SID). Namun ada cara lain untuk menghitung  potensi jumlah peserta pertanggungan yaitu  dengan  menggunakan  rumus rasio jumlah peminjam  terhadap jumlah anggota koperasi. Angka rasio jumlah peminjam terhadap  jumlah anggota sama dengan 100 % berarti semua anggota  meminjam. Sebalinya nilai rasio jumlah peminjam terhadap anggota bernilai 0 % berarti tidak ada peminjam dalam koperasi tersebut.   

Untuk memudahkan, kita buat  ilustrasi saja bagaimana cara menghitung potensi jumlah tertanggung di Indonesia, mari kita buat contoh perhitungan rasio yang mendekati realita.  Misalnya rasio jumlah anggota peminjam terhadap jumlah anggota sebesar 63 %, maka potensi jumlah peminjam di Indonesia dapat dihitung yaitu 11.305.123. peminjam ( 63 % x 17.944.641 orang anggota). Potensi jumlah peserta pertanggungan ini masih mungkin bertambah, manakala koperasi jasa asuransi menambah produk-produk asuransi kecelakaan kredit dan kesakitan kredit. 

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM (Oktober 2012)

8.                  Potensi nilai pertanggungan

Usaha asuransi jiwa kredit adalah usaha yang berhubungan dengan pertanggungan pinjaman anggota koperasi.  Posisi pinjaman anggota koperasi adalah saldo pinjaman beredar pada akhir tahun buku yang dihitung sejak Januari sampai dengan Desember.  Berdasarkan data tahun 2012 nilai pinjaman beredar anggota koperasi seluruh Indonesia sebesar  Rp 50,267 Triliun (lihat Gambar 3).   Dengan demikian, jika koperasi jiwa kredit memilikh sistem pembayaran premi berdasarkan cicilan bulanan, maka  maka setiap bulan koperasi dapat menutup asuransi  jiwa kredit sebesar Rp 50.267 triliun per bulan atau potensi volume usaha pertanggungan jiwa kredit anggota koperasi setahun diperkirakan dapat mencapai sebanyak Rp  603.204 triliun. 

Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM (Oktober 2012)

Pertanggungan pinjaman yang ditutup Daperma adalah pinjaman beredar setiap bulan dan Simpanan Saham yang ditutup adalah simpanan wajib dan simpanan kapitalisasi. Simpanan Wajib dan Simpanan Kapitalisasi ini  kemungkinan besar akan disesuaikan dengan  Sertifikat Modal Koperasi  berdasarkan UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. 

9.                  Potensi penghimpunan Premi

Tentang seberapa besar potensi premi asuransi  yang dapat diperoleh koperasi dapat  dihitung dengan cara mengalikan tariff premi dengan nilai pertanggungan setiap bulan dikalikan 12 bulan.  Dengan asumsi, tariff premi Rp 650 per 1.000.000 outstanding pinjaman per bulan atau Rp 0,65 per mil setiap bulan dari saldo pinjaman, dan pinjaman beredar sebagai nilai pertanggungan Rp 50, 267 triliun, maka potensi premi yang dapat diperoleh koperasi asuransi sebesar Rp 32,673 milyar per bulan atau dalam satu tahun premi yang dapat dihimpun sebesar Rp  392 milyar. 

10.                Potensi klaim asuransi

Kegiatan asuransi selain  menghimpun dana (premi) juga  mengelola risiko terhadap  kemungkinan terjadinya klaim.  Potensi risiko yang  dikelola koperasi asuransi jiwa kredit adalah penggantian pembayaran klaim asuransi jiwa ketika tertanggung  mengalami musibah kematian atau cacat total atau sakit parah sehingga tertanggung tidak bisa menyelesaikan kewajibannya membayar pinjaman.  Jaminan pembayaran klaim asuransi ini sebagai manfaat bagi tertanggung ketika musibah/risiko/kemalangan sehingga kewajiban tertanggung untuk melunasi hutangnya  tidak menjadi beban keluarga atau ahli warisnya.

Polis asuransi jiwa kredit bisa menjadi pendamping setia anggota peminjam kopeasi manakala anggota peminjam meninggal dunia, menderita penyakit kritis atau mengalami kecelakaan berat. Mengenai berapa besar potensi pembayaran klaim asuransi jiwa kredit tidak bisa diperkirakan angka persisnya. Berdasarkan pengalaman Daperma,  pada umumnya klaim yang dibayarkan lebih kecil dari premi yang diterima.  Jika diprosentasekan, rata-rata pembayaran klaim  70 % s/d  80 % dari premi yang dihimpun selama setahun.   


III.          Belajar dari Pengalaman  Dana Perlindungan Bersama (Daperma) Inkopdit

Credit Union  di Indonesia diperkenalkan dalam sebuah kunjungan bersejarah  A.A. Beilei seorang perwakilan   WOCCU (World Council of Credit Union) pada tanggal 8 Desember 1969  dan diikuti dengan   pembentukan  Biro Konsultasi Credit Union (CUCO-Credit Union Conselling Office). Perkembangan Credit Union (CU) di Indonesia selanjutnya  tidak terlepas dari peran Ir. Haji Ibnoe Soedjono Direktur Jenderal Koperasi, Departemen Koperasi yang kemudian diangkat sebagai Penasehat  Credit Uniotn di Inkopdit sampai akhir hayatnya. Gerakan Koperasi Kredit berkembang sangat pesat. Pada masa awal perkenalan, tahun 1970 jumlah koperasi hanya 9 unit dan beranggotakan 733 orang dengan simpanan Rp 1,3 juta dan saldo pinjaman beredar 0,7 juta serta dana cadangan Rp 100 ribu. Sembilan tahun kemudian, jumlah koperasi kredit bertambah banyak diikuti dengan meningkatnya jumlah anggota, simpanan dan pinjaman beredar, kekayaan dan dana cadangan. Pada masa ini,  yang diutamakan dalam kegiatan berkoperasai adalah masa menyimpan. Artinya, untuk menjadi anggota koperasi terlebih dahulu anggota diminta untuk menyimpan untuk beberapa lama dan baru diperbolehkan meminjam. Pada tahun 1997-1998 perekonomian Indonesia mengalami masa-masa sulit sebagai dampak dari krisis moneter. Selama krisis moneter jumlah koperasi kredit berkurang terkena dampak krisis moneter, namun minat anggota untuk menyimpan dan meminjam di koperasi kredit tidak berkurang. Inilah yang pada waktu banyak muncul pernyataan bahwa koperasi tidak terkena dampak krisis moneter.  Hal yang menarik untuk diteliti lebih lanjut adalah  pada saat ini, ada kecenderungan banyak koperasi kredit sudah nampu membangun lembaga keuangan sebagai lembaga kepercayaan  dan tempat menyimpan serta banyak koperasi yang memiliki likuidias yang berlebih (lihat Tabel 1).   Kinerja simpanan, pinjaman beredar dan kekayaan serta dana dana cadangan tumbuh sangat pesat. Ini artinya, banyak koperasi kredit  tumbuh menjadi koperasi berskala besar. Koperasi skala besar berdasarkan Permenkop dan UKM No. Nomor : 07 /Per/M.KUKM/ IX /20011 tentang Pedoman Pengembangan Koperasi Skala Besar adalah koperasi   yang memiliki aset paling sedikit Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) dan Omset paling sedikit Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah) dan anggota paling sedikit 1.000 (seribu) orang. 
Tabel 1 : Perkembangan Koperasi Kredit 1970-2012
Tahun
Jml. Kopdit
Jml. Anggota
Jml. Simpanan (Juta Rp)
Saldo Pinjaman
(Juta Rp)
Kekayaan
(Juta Rp)
Dana Cadangan
(Juta  Rp)
1970
9
733
1.3
0.7
1.3
0.1
1979
455
45,492
756.1
772.2
909.4
22.1
1997
1,400
268,739
85,376.1
104,898.1
137,307.9
11,833.1
1998
1,265
272,923
104,436.2
120,535.6
161,165.9
13,733.5
1999
1,105
252,226
118,344.6
134,237.6
185,750.3
16,284.7
2000
1,090
256,327
169,124.5
189,669.8
242,257.9
15,511.3
2001
1,071
295,924
258,433.2
272,123.8
358,153.8
18,924.8
2002
1,095
335,838
363,897.9
395,721.9
518,072.4
25,782.4
2003
1,039
378,115
543,826.1
577,531.6
753,753.5
31,804.0
2004
1,041
479,531
940,155.3
957,835.3
1,227,423.0
43,831.0
2005
980
603,728
1,459,244.6
1,483,032.7
1,874,915.8
51,821.4
2006
967
780,533
2,330,802.7
2,525,892.8
2,844,530.1
74,999.5
2007
965
964,048
3,437,371.8
3,236,347.8
4,199,271.1
90,446.4
2008
949
1,154,208
4,848,950.8
4,603,335.8
5,754,925.8
126,809.9
2009
886
1,330,581
6,260,312.2
5,762,104.1
7,396,080.4
275,633.9
2010
829
1,529,918
8,219,764.8
7,247,962.1
8,622,311.2
400,501.7
2011
930
1,808,329
11,025,939.9
9,701,758.3
12,823,819.3
501,488.9
2012*
957
1,962,250
12,555,535.0
11,178,016.8
14,537,084.6
591,850.9
Sumber : Laporan Inkopdit 2012
 Menurut Elias (2012), pada tahun 1979  koperasi kredit di Indonesia mulai mengembangkan Dana Perlindungan Bersama (Daparma). Kerjasama berlangsung selama tahun 1979-1997. Pada awalnya  Daperma dijalankan Inkopdit  bersama CUNA Mutual Group USA. Dalam situs  WWW. cunamutual.com (2013) menyebutkan  CUNA Mutual Group has been committed to helping customers achieve financial success since our founding in 1935 by credit union pioneers. CUNA  (Credit Union National Assosition)  adalah sebuah perusahaan mutual asuransi  yang dimiliki oleh Asosiasi Credit Union National di Amerika Serikat. Sistem kerjasama Daperma dengan CUNA Mutual 80 : 20, artinya kalau terjadi klaim maka CUNA Mutual  akan membayar 80 % dan Inkopdit akan mengganti 20 % dari nilai klaim.  Pada tahun 1997-1998 Indonesia mengalami krisis ekonomi, yang mengakibatkan timbulnya ketidakpastian dalam usaha pertangungan, sehingga CUNA memutuskan kerjasama dalam pengoperasian Daperma. Daperma dilanjutkan sendiri oleh Inkopdit.  Jumlah koperasi peserta Daperma  saat ini sebanyak  477 unit dengan outstanding pinjaman dan simpanan saham yang dipertanggungkan dalam Daperma sebesar Rp 6,5 triliun. Mengenai fitur produk  Daperma ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 : Fitur Produk Daperma Inkopdit
 No.
Fitur Produk Daperma
Uraian
1.
Nama Produk
Daperma
2.
Tujuan
Melindungi kopdit dari risiko pinjaman yang terjadi ketika anggotanya meninggal dunia atau cacat total tetap. Dengan demikian kopdit maupun ahli waris anggotanya dibebaskan dari beban hutang sampai jumlah tertentu
3.
Persyaratan Peserta
1.      Kopdit/koperasi jenis lain telah terdaftar/telah menjadi anggota di Puskopdit/BK3D.
2.      Kopdit/koperasi jenis lain telah menerapkan Standar Akuntansi Koperasi Kredit.
3.      Kopdit/koperasi jenis lain mau mentaati aturan yang berlaku bagi penyelenggara yaitu Daperma.
4.      Membuat pengajuan permohonan secara tertulis kepada Inkopdit dengan rekomendasi dari Puskopdit/BK3D dengan melampirkan :
a.       Daftar Anggota Kopdit secara lengkap.
b.      Laporan Keuangan dan Statistik Bulanan (LKSB).
c.       Pola Kebijakan pinjaman.
d.      Daftar Pemberian/Pencairan Pinjaman.
e.       Daftar Saldo Pinjaman Anggota.
4.
Ketentuan Pembayaran Iuran “Premi”
Rp.  0,65 per 1.000 dihitung dari saldo pinjaman yang beredar pada segenap anggota yang berusia antara 17 s/d 76 tahun.
5.
Nilai Santunan (Pertanggungan)
a     Maksimum saldo pinjaman  Rp.100.000.000 untuk usia 17 s/d 69 tahun.
b     Maksimum saldo pinjaman Rp.10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah) usia 70 s/d 76.
c     Santunan untuk point 1 dan point 2 kepada anggota yang meminjam pada saat sakit untuk tujuan berobat hanya dapat disantuni oleh Daperma sebesar  Rp. 10.000.000,- (Sepuluh Juta Rupiah).
6.
Kondisi Klaim
Anggota yang meninggal dalam usia antara 17 sampai dengan tanggal ulang tahun ke 69 dan cacat total tetap dalam usia antara 17 sampai dengan tanggal ulang tahun ke 60
7.
Cara Klaim
Mengisi Formulir pengajuan santunan yang telah direkomendasi oleh Puskopdit/BK3D dengan melampirkan :
a        Surat kematian.
b        KTP/KK/SIM.
c        Surat Permohonan Pinjaman yang asli dari anggota.
d       Surat Perjanjian Pinjaman yang asli dari anggota.
e        KSPA (Kartu Simpan Pinjam Anggota dan BA (Bukti Anggota).

Dengan memperhatikan uraian sebelumnya, maka sesungguhnya pola  Daperma dapat digolongkan dalam usaha  asuransi jiwa kredit dan memenuhi persyaratan asuransi jiwa kredit. Hanya yang membedakannya, pengelolaan Daperma tidak dilakukan oeh perusahaan asuransi berbadan hukum.  

IV.             Saatnya Koperasi Mendirikan Perusahaan Asuransi Berbadan Hukum Koperasi 

 Jika seluruh koperasi yang bergerak dalam usaha simpan pinjam  memiliki sendiri perusahaan asuransi  jiwa kredit, banyak manfaat yang dapat diperoleh. Pertama, anggota peminjam koperasi  mendapatkan manfaat perlindungan atas jiwa selama meminjam.  Dalam hukum perjanjian pinjam meminjam, seorang peminjam harus menyelesaikan kewajiban sampai lunas. Jika peminjam tidak mendapatkan perlindungan asuransi, maka  ketika  seorang peminjam meninggal dunia atau cacat tetap serta masih menyisakan saldo pinjaman, harta benda yang dijaminkan akan dieksekusi, atau menjadi tanggungan ahli warisnya. Karena itu, dengan adanya asuransi,  kewajiban tertanggung selaku peminjam akan dialihkan kepada pihak perusahaan asuransi. Kedua, usaha asuransi adalah usaha penghimpunan dana melalui pengumpulan premi.  Jika koperasi memiliki perusahaan asuransi,  hasil pengumpulan premi ini dapat dikumpulkan sendiri dari anggota, dan digunakan oleh anggota untuk membayar jika terjadi klaim, dan kalau ada kelebihan (surplus)  dibagikan kembali untuk anggotanya. Ketiga, hasil pengumpulan premi dapat digunakan untuk mengembangkan usaha koperasi dalam bentuk investasi dan dapat digunakan untuk mengembangkan bisnis para anggotanya.  Keempat, koperasi dapat mengembangkan jaringan kerjasama antar koperasi dalam rangka menerapkan kerjasama antar koperasi. Kelima, dengan memperhatikan besarnya potensi premi yang dapat dihimpun dan nilai pertanggungan , maka pengembangan usaha asuransi oleh koperasi dapat berpotensi menciptakan koperasi jasa keuangan skala besar klas dunia.
Dengan mempertimbangkan hal-hal di atas serta memperhatikan perkembangan industri simpan pinjam, maka  saat ini adalah waktu yang tepat  bagi koperasi untuk  mendirikan koperasi jasa keuangan dengan bidang usaha asuransi jiwa kredit. Ada beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan mengapa gerakan koperasi terutama koperasi simpan pinjam dan koperasi kredit harus memiliki sendiri perusahaan asuransi yaitu :

1.            Usaha simpan pinjam oleh koperasi telah berkembang dan menjadi industri lembaga keuangan yang melibatkan banyak koperasi dan anggotanya.
2.            Usaha simpan pinjam harus didukung dengan berkembangan industri asuransi sebagai usaha untuk melindungi  usaha simpan pinjam.
3.            Kekayaan koperasi simpan pinjam dan koperasi kredit yang sangat besar mencerminkan bahwa masing-masing  koperasi memungkinkan dapat berkontribusi secara tanggung renteng untuk  menyediakan modal pendirian koperasi asuransi.
4.            Jumlah peminjam dan simpanan (modal) dan nilai pinjaman beredar yang sangat besar merupakan potensi pasar usaha pertanggungan dan menjadi jaminan captive market usaha asuransi jiwa kredit
5.            Usaha asuransi jiwa kredit  dalam koperasi memenuhi unsur  kesamaan dan atau kepentingan ekonomi (insurable interest)  para peminjam atau penyimpan anggota koperasi dan koperasi simpan pinjam.
6.            Jumlah anggota yang banyak dapat memenuhi hukum bilangan besar yang dalam industri asuransi dikenal dengan  law of the large number.
7.            Usaha asuransi jiwa kredit merupakan usaha yang homogeny dan mudah dikerjasamakan antar koperasi.
8.            Sifat koperasi yang menganut paham demokrasi, dari, oleh dan untuk anggota memungkinkan usaha asuransi ini dijalankan secara terbuka dengan itikad baik (utmost good   faith) serta menjamin keterbukaan dalam menjalankan usaha asuransi.
9.            Koperasi memiliki kekuatan untuk mengumpulkan dana / iuran untuk membangun dana indemnity sebagaimana yang dipersyaratkan dalam usaha asuransi. Budaya koperasi untuk mengumpulkan modal dari anggota, menyisihkan dana cadangan risiko dan iuran para anggota sangat mendukung pembentukan dana indemnity.
10.        Koperasi memiliki budaya  dan sudah berpengalaman menerapkan prinsip kontribusi  dalam rangka  menanggung secara bersama-sama terhadap atas suatu kerugian anggotanya.
11.        Daya tarik koperasi selain memiliki double identity yaitu pemilik sekaligus pelanggan, koperasi juga menganut system patronage refund , ini diartikan seandainya dari premi yang dikumpulkan masih ada kelebihan  untuk membayar klaim yang sudah diselesaikan, maka surplus atau kelebihan ini dikembalikan kepada kepada  pemiliknya dan digunakan  sebagian digunakan untuk mengembangkan usaha koperasi.

V.       Regulasi  Koperasi Jasa dan Ijin Usaha Perasuransian

Ada sejumlah peraturan perundang-undangan yang  berlaku untuk koperasi dan penyelenggaraan usaha asuransi di Indonesia.  Pertama adalah UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian  yang baru disahkan pada tanggal 29 Oktober 2012. UU tentang  Perkoperasian. Untuk melaksanakan UU ini masih digodok Rancangan Peraturan Pemerintah  dan Peraturan Menteri. Masyarakat diminta untuk bersabar menunggu dan diberik waktu untuk menyesuaikan paling lama  3 tahun.  Menurut UU No. 17 tahun 2012, koperasi dibagi dalam 4 (empat) jenis, yaitu koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi jasa dan koperasi simpan pinjam. Dengan memperhatikan penjenisan koperasi tersebut, maka  jika koperasi bermaksud mengembangkan usaha asuransi, maka  jenis koperasi yang sesuai dengan usaha ini adalah koperasi jasa.  Kedua, adalah ketentuan yang mengatur asuransi jiwa dan ijin penyelenggaraan usaha perasuransian.  Menurut Pasal 302 KUHD : “Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian”.  Selanjutnya, dalam Pasal 303 KUHD ditentukan “Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya”. Ketiga, ijin penyelenggaraan usaha asuransi diatur berdasarkan    UU Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian  dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perasuransian, koperasi tersebut harus mendapatkan ijin usaha di bidang perasuransian oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Selain adanya ketentuan perudang-undangan sebagaimana tersebut di atas, harus diperhatikan dua institusi pemerintah yang  mengatur  koperasi dan usaha perasuransian. Untuk pengaturan koperasi dibawah wewenang Menteri yang mengurus Perkoperasian. Sedangan untuk regulasi, pembinaan dan pengawasan wewenang berada dibawah  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Untuk memperjelas persyaratan dan tata cara pendirian perusahaan asuransi berbadan hukum koperasi,  berikut ini disajikan aturan yang terdapat dalam UU yang mengatur tentang perkoperasian dan UU yang mengatur tentang ijin usaha perasuransian. Pembahasan dimulai dengan menjelaskan ketentuan yang terkait dengan UU Perkoperasian, dan selanjutnya dijelaskan mengenai UU yang mengatur Usaha Perasuransian. 
   
1.                  Ketentuan Pendirian Koperasi sesuai UU No. 17 /2012 tentang Perkoperasian  

a                     Pengertian Koperasi, UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian  Pasal 1 :

Ayat 1
:
Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.
Ayat 3
:
Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan orang perorang.
Ayat 4
:
Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan badan hukum Koperasi.


Rumusan tentang pendirian koperasi jelas sekali bahwa meskipun koperasi dapat didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, namun dalam kaitan dengan pembentukan perusahaan asuransi jiwa kredit, maka yang lebih tepat membentuk koperasi asuransi adalah koperasi – koperasi primer yang bergerak dalam usaha simpan pinjam  atau koperasi kredit yang  menbentuk  koperasi sekunder.  Koperasi sekunder yang bergerak dalam usaha asuransi ini melayani pertanggungan jiwa anggota peminjam.  Undang-undang tersebut juga secara tegas menyebut  tanggung jawab koperasi sebagai  badan hukum dengan  pemisahan  kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha. Dalam rumusan ini, para anggotanya hanya bertanggung jawab terhadap modal yang disetor tidak termasuk harta pribadinya.

b.      UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian  Pasal 7 :



Ayat 1
:
Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh) orang perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau Anggota sebagai modal awal Koperasi.
Ayat 2
:
Koperasi Sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi Primer.


Dengan memperhatikan rumusan Pasal 7 ayat 1 dan ayat 2, pendirian koperasi jasa asuransi memang dimungkinkan untuk didirikan koperasi primer. Tetapi mengingat yang akan dikembangkan usaha asuransi jiwa kredit, bentuk organisasi koperasi ini sebaiknya memilih koperasi sekunder, dimana para pendiri adalah koperasi-koperasi simpan pinjam tingkat primer maupun sekunder (baca : badan hukum koperasi). Pelibatan koperasi simpan pinjam ini sangat logis, karena usaha asuransi jiwa kredit secara rasional merupakan wujud dari kesamaan kepentingan  ekonomi seluruh anggota.  
Demikian juga dengan syarat untuk mendirikan koperasi sekunder  yang bergerak di bidang usaha asuransi meskipun  boleh dilakukan oleh paling sedikit 3 koperasi primer, Untuk mendirikan perusahaan asuransi memerlukan modal besar dan harus memenuhi hukum bilangan besar dalam memasarkan produk-produk asuransi. Oleh karena itu pendirian perusahaan asuransi berbadan hukum koperasi akan lebih menguntungkan jika  koperasi sekunder asuransi  didirikan oleh  banyak koperasi primer. Dengan semakin banyak koperasi yang terlibat dalam pendirian koperasi asuransi, akan semakin memperkecil jumlah modal yang disetor oleh masing-masing koperasi. Disamping itu, badan usaha koperasi dimiliki banyak orang dan melibatkan banyak peminjam, maka semakin banyak anggota peminjam koperasi yang ikut serta dalam usaha pertanggungan.      

c.       UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian Pasal 9, ”Pendirian koperasi dilakukan dengan Akta Pendirian Koperasi yang dibuat oleh Notaris dalam bahasa Indonesia. Pasal 13 menyebutkan bahwa Koperasi memperoleh pengesahan sebagai badan hukum setelah Akta Pendirian Koperasi disahkan oleh Menteri ”.

d.      UU No. 17 Tahun 2012 Pasal 17 menyebutkan bahwa nama Koperasi Sekunder harus memuat kata ”Koperasi” dan diakhiri dengan singkatan ”(Skd)”.
e.       UU No. 17 Tahun 2012 Pasal 18 :  Koperasi wajib mempunyai tujuan dan kegiatan usaha yang sesuai dengan jenis Koperasi dan harus dicantumkan dalam Anggaran Dasar. Ketentuan  ini mewajibkan bagi  koperasi yang didirikan dan akan bergerak dalam bidang usaha asuransi, maka  koperasi ini  harus mencantumkan jenis usaha asuransi di dalam anggaran dasar.  
f         UU No. 17 Tahun 2012 Pasal 26 :  Anggota Koperasi merupakan pemilik dan sekaligus pengguna jasa Koperasi. Ketentuan ini merupakan penegasan identitas ganda koperasi, dimana anggota adalah selain pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.  Dalam pengertian yang lebih spesifik,  koperasi asuransi ini modalnya berasal dari koperasi dan  para anggotanya menjadi pembeli atau pengguna  polis asuransi  yang dijual koperasi. Tentu saja, karena yang dipertanggungkan jiwa para peminjam, maka  pengguna polis asuransi adalah para anggota  peminjam yang menjadi anggota koperasi. 

g        Perangkat Organisasi Koperasi, UU No. 17 Tahun 2012 : 

Pasal 31
:
Koperasi mempunyai perangkat organisasi Koperasi yang terdiri atas Rapat Anggota, Pengawas, dan Pengurus.
Pasal 32  
:
Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi
Pasal 48  
:
Pengawas dipilih dari dan oleh Anggota pada Rapat Anggota
Pasal 50
ayat 1
:
Pengawas bertugas huruf a : mengusulkan calon Pengurus
Pasal  55
:
Pengurus dipilih dari orang perseorangan, baik Anggota maupun non-Anggota
Pasal  56
:
Pengurus dipilih dan diangkat pada Rapat Anggota atas usul Pengawas


h.      Modal Koperasi,. UU No. 17 Tahun 2012 Pasal 66 : 

1)       Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi sebagai modal awal.
2)       Selain modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), modal Koperasi dapat berasal dari:
a)         Hibah;
b)         Modal Penyertaan;
c)         Modal pinjaman yang berasal dari:
(1)    Anggota;
(2)    Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya;
(3)    Bank dan lembaga keuangan lainnya;
(4)    Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; dan/atau
(5)    Pemerintah dan Pemerintah Daerah. dan/atau
d)        sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Modal Koperasi,. UU No. 17 Tahun 2012 Pasal 67 :  

Ayat 1
:
Setoran Pokok dibayarkan oleh Anggota pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan sebagai Anggota dan tidak dapat dikembalikan.

Ayat 2

Setoran Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus telah disetor penuh dengan bukti penyetoran yang sah.
Ayat 3
:
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penetapan Setoran Pokok pada suatu Koperasi diatur dalam Anggaran Dasar.

 Modal Koperasi,. UU No. 17 Tahun 2012 Pasal 68 :

Ayat 1
:
Setiap Anggota Koperasi harus membeli Sertifikat Modal Koperasi yang jumlah minimumnya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Ayat 2

Koperasi harus menerbitkan Sertifikat Modal Koperasi dengan nilai nominal per lembar maksimum sama dengan nilai Setoran Pokok.
Ayat 3
:
Pembelian Sertifikat Modal Koperasi dalam jumlah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanda bukti penyertaan modal Anggota di Koperasi.
Ayat 4
:
Kepada setiap Anggota diberikan bukti penyetoran atas Sertifikat Modal Koperasi yang telah disetornya.

Modal Koperasi,. UU No. 17 Tahun 2012 Pasal 69 :

Ayat 1
:
Sertifikat Modal Koperasi tidak memiliki hak suara.

Ayat 2

Sertifikat Modal Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan atas nama.
Ayat 3
:
Nilai nominal Sertifikat Modal Koperasi harus dicantumkan dalam mata uang Republik Indonesia.
Ayat 4
:
Penyetoran atas Sertifikat Modal Koperasi dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
Ayat 5
:
Dalam hal penyetoran atas Sertifikat Modal Koperasi dalam bentuk lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan penilaian untuk memperoleh nilai pasar wajar.

Ayat 6
:
Koperasi wajib memelihara daftar pemegang Sertifikat Modal Koperasi dan daftar pemegang Modal Penyertaan yang sekurang-kurangnya memuat:
a)            Nama dan alamat pemegang Sertifikat Modal Koperasi dan pemegang Modal Penyertaan;
b)            Jumlah lembar, nomor, dan tanggal perolehan Sertifikat Modal Koperasi dan Modal Penyertaan;
c)            Jumlah dan nilai Sertifikat Modal Koperasi dan nilai Modal Penyertaan; dan
d)           perubahan kepemilikan Sertifikat Modal Koperasi.


Modal Koperasi,. UU No. 17 Tahun 2012 Pasal 70 :

Ayat 1
:
Pemindahan Sertifikat Modal Koperasi kepada Anggota yang lain tidak boleh menyimpang dari ketentuan tentang kepemilikan Sertifikat Modal Koperasi dalam jumlah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68.

Ayat 2
:
Pemindahan Sertifikat Modal Koperasi oleh seorang Anggota dianggap sah jika:
a)            Sertifikat Modal Koperasi telah dimiliki paling singkat selama 1 (satu) tahun;
b)            pemindahan dilakukan kepada Anggota lain dari Koperasi yang bersangkutan;
c)            Pemindahan dilaporkan kepada Pengurus; dan/atau
d)           Belum ada Anggota lain atau Anggota baru yang bersedia membeli Sertifikat Modal Koperasi untuk sementara Koperasi dapat membeli lebih dahulu dengan menggunakan Surplus Hasil Usaha tahun berjalan sebagai dana talangan dengan jumlah paling banyak 20% (dua puluh persen) dari Surplus Hasil Usaha tahun buku tersebut.


Modal Penyertaan UU No. 17 Tahun 2012 Pasal 75 :

Ayat 1
:
Koperasi dapat menerima Modal Penyertaan dari :
a)         Pemerintah sesuai  dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
b)        masyarakat berdasarkan perjanjian penempatan Modal Penyertaan.
Ayat 2
:
Pemerintah dan/atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib turut menanggung risiko dan bertanggung jawab terhadap kerugian usaha yang dibiayai dengan Modal Penyertaan sebatas nilai Modal Penyertaan yang ditanamkan dalam Koperasi


UU ini juga membuka peluang kemungkinan Pemerintah melakukan penyertaan Modal Pemerintah ke dalam koperasi. Penyertaan Pemerintah ini dapat menjadi solusi bagi koperasi yang memiliki peluang usaha namun mengalami kesulitan memenuhi keuangan untuk modal. Kegiatan  Penyertaan Modal Pemerintah ini dapat dilakukan dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) sebagaimana dilakukan oleh pemerintah untuk menyuntik kekurangan dana yang dibutuhkan oleh BUMN selama ini. 

i.        Jenis Koperasi, UU No. 17 Tahun 2012 Pasal 82 :  

Ayat 1
:
Setiap Koperasi mencantumkan jenis Koperasi dalam Anggaran Dasar.
Ayat 2
:
Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kesamaan kegiatan usaha dan/atau kepentingan ekonomi Anggota.

Jenis Koperasi, UU No. 17 Tahun 2012 Pasal 83
            Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 terdiri dari:
1)                  Koperasi konsumen;
2)                  Koperasi produsen;
3)                  Koperasi jasa; dan
4)                  Koperasi Simpan Pinjam.
  
Penjelasan  Jenis Koperasi, UU No. 17 Tahun 2012 Pasal 84 : 

Ayat 1
:
Koperasi konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang penyediaan barang kebutuhan Anggota dan non-Anggota.
Ayat 2
:
 Koperasi produsen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan Anggota kepada Anggota dan non-Anggota.
Ayat 3
:
Koperasi jasa menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa non simpan pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan non-Anggota.
Ayat 4
:
Koperasi Simpan Pinjam menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha yang melayani Anggota.

Rumusan ayat (3)  dan  ayat (4) mengandung pengertian bahwa  kegiatan usaha atau pelayanan jasa non simpan pinjam bisa dilakukan oleh koperasi jasa dan  sebaliknya koperasi simpan pinjam menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha yang melayani anggota. Artinya ada larangan bagi koperasi simpan pinjam menyelenggarakan pelayanan selain usaha simpan pinjam. 

j.        Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah, UU No. 17 Tahun 2012 Pasal 112 : 

Ayat 1
:
 Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan yang mendorong Koperasi agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Ayat 2
:
 Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan Pemerintah Daerah menempuh langkah untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan, dan pemberdayaan Koperasi bagi kepentingan Anggota.
Ayat 3
:
Langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memberikan bimbingan dan kemudahan dalam bentuk:
a)         pengembangan kelembagaan dan bantuan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian Koperasi;
b)        bimbingan usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi Anggota;
c)         memperkukuh permodalan dan pembiayaan Koperasi;
d)        bantuan pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerjasama yang saling menguntungkan antara Koperasi dan badan usaha lain;
e)         bantuan konsultasi dan fasilitasi guna memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar Koperasi; dan/atau
f)         insentif pajak dan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

k.      Dewan Koperasi Indonesia Pasal 116 :

Dewan Koperasi Indonesia menjunjung tinggi nilai dan prinsip Koperasi yang bertugas :
a.         memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi;
b.        melakukan supervisi dan advokasi dalam penerapan nilai-nilai dan prinsip Koperasi;
c.         meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat;
d.        menyelenggarakan sosialisasi dan konsultasi kepada Koperasi;
e.         mengembangkan dan mendorong kerjasama antar-Koperasi dan antara Koperasi dengan badan usaha lain, baik pada tingkat lokal, nasional, regional, maupun internasional;
f.         mewakili dan bertindak sebagai juru bicara Gerakan Koperasi;
g.        menyelenggarakan komunikasi, forum, dan jaringan kerja sama di bidang Perkoperasian; dan
h.        memajukan organisasi anggotanya.


2.      Ketentuan tentang Usaha Perasuransian  

a.          Pengeritan Asuransi  (UU No. 2 Tahun 1992 Pasal 1): Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
b.         Unhalu, dalam catatan Kampus Unhalu (2013) mengemukakan bahwa Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 ini mencakup 2 (dua) jenis asuransi, yaitu: 

1)         Asuransi kerugian (loss insurance), dapat diketahul dan rumusan:

“untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang dmarapkan, atau tanggung jawab hukuin kepada pihak ket/ga yang rnungkin ahan diderita oleh terlanggung”.

2)         Asuransi jumlah (sum insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial, dapat diketahui dari rumusan:

“untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”

c.          Usaha asuransi :Usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.  Usaha penunjang usaha asuransi, yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian asuransi dan jasa akturia (UU No. 2 Tahun 1992 Pasal 2).

d.         Usaha  Asuransi  dan Usaha Penunjang Usaha Asuransi  (UU No. 2 Tahun 1992 Pasal 3)  dan KUHD :

1)      Usaha Asuransi
a)      Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
b)      Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.

Menurut ketentuan Pasal 302 KUHD:
“Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian”.
Selanjutnya, dalam Pasal 303 KUHD ditentukan:
“Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya”.
c)      Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa.

e.          Usaha Penunjang Usaha Asuransi

1)   Usaha pialang asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
2)   Usaha pialang reasuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
3)   Usaha penilai kerugian asuransi yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan.
4)   Usaha konsultan akturia yang memberikan jasa konsultasi akturia.
5)   Usaha Agen Asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.

f.          Badan hukum usaha perasuransian UU No. 2 Tahun 1992 Pasal 7 :
1)      Usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk:
a)         Perusahaan Perseroan (PERSERO)
b)         Koperasi;
c)         Usaha Bersama (Mutual).
2)      Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),usaha konsultan akturia dan usaha agen asuransi dapat dilakukan oleh perusahaan perorangan.
3)      Ketentuan tentang usaha perasuransian yang berbentuk Usaha Bersama (Mutual) diatur lebih lanjut dengan Undang-undang.

g.         Ketentuan permodalan pendirian Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pilang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi    PP No. 39 Tahun 2008 Pasal 6 :

1)         Modal disetor minimum bagi pendirian Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi adalah sebagai berikut:
a)         Rp 100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), bagi Perusahaan Asuransi;
b)        Rp 200.000.000.000 (dua ratus miliar rupiah), bagi Perusahaan Reasuransi;
c)         Rp 1.000.000.000  (satu miliar rupiah), bagi Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi.

2)         Modal disetor minimum bagi pendirian Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang menyelenggarakan seluruh kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut:
a)      Rp 50.000.000.000  (lima puluh miliar rupiah), bagi Perusahaan Asuransi;
b)      Rp 100.000.000.000  (seratus miliar rupiah), bagi Perusahaan Reasuransi.
c)      Modal disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan setiap penambahannya harus dalam bentuk tunai.
d)     Pada saat pendirian perusahaan, kepemilikan saham pihak asing melalui penyertaan langsung dalam Perusahaan Perasuransian paling banyak 80% (delapan puluh persen).

h.      Persyaratan untuk mendapatkan ijin usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi,   UU No. 2 Tahun 1992 Pasal 9 ayat (2)
1)         Anggaran Dasar perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang.
2)         Susunan Organisasi dan Kepengurusan perusahaan yang menggambarkan pemisahan fungsi dan uraian tugas;  
3)         Susunan Organisasi dan Kepengurusan perusahaan yang menggambarkan pemisahan fungsi dan uraian tugas;
4)         Perjanjian kerjasama dengan pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing;
5)         Spesifikasi program asuransi yang akan dipasarkan beserta program reasuransinya, bagi Perusahaan Asuransi; dan
6)         Program retrosesi bagi Perusahaan Asuransi.

           i.               Kewajiban Perusahaan Asuransi mereasuransikan kepada Perusahaan Reasuransi, UU No. 2 Tahun 1992 Pasal 15A ayat (1) : Setiap Perusahaan Asuransi wajib memiliki dukungan reasuransi dalam bentuk perjanjian.

VI. RUU Usaha Perasuransian dan Relevansinya dengan Koperasi Asuransi
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyiapkan RUU Usaha Perasuransian. RUU Usaha Perasuransian ini sudah mengajukannya ke DPR. RUU ini  menjadi prioritas DPR dan diharapkan bisa rampung di akhir tahun 2013. Jika RUU ini disetujui DPR, UU Usaha Perasuransian ini akan menggantikan  Undang-Undang No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.  Alasan untuk menyiapkan RUU Usaha Perasuransian ini adalah   untuk memperkuat regulasi yang dinilai lemah selama ini, terutama menyangkut pengawasannya. Dalam RUU Usaha Perasuransian mengatur  mengenai bentuk perusahaan asuransi yang harus berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT).  Sementara dalam UU Usaha Perasuransian No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, terdapat 3 bentuk perusahaan yang diperkenankan untuk berusaha di bidang usaha asuransi, yaitu Persero, Koperasi dan Usaha Bersama (mutual). Hal ini berarti ada upaya untuk tidak memberikan kesempatan kepada Koperasi untuk bergerak di bidang usaha asuransi.  Ada beberapa dugaan alasan untuk tidak melibatkan koperasi dalam usaha asuransi, antara lain :  karena berlarut-larutnya penyelesaian Koperasi Ajindo dan potensi terjadinya insolvabilitas koperasi. Kedua alasan tersebut menjadi pertimbangan utama mengapa koperasi untuk masa mendatang tidak lagi akan diberikan kesempatan untuk bergerak dalam bidang usaha perasuransian. Pemikiran tentang hal tersebut bisa dipahami, jika dilihat dari track record koperasi asuransi sebelumnya.  Tetapi yang menggelitik dari pemikiran tersebut, ada satu pertanyaan  mengapa karena “kekeliruan” yang dilakukan satu koperasi masa lampau menjadi hukuman bagi koperasi berikutnya ?
Menurut hemat penulis, sebaiknya koperasi “duduk bareng-bareng” dengan Kementerian Koperasi dan UKM sebagai regulator perkoperasian.  Apalagi dengan UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasi semestinya koperasi memiliki peluang untuk mengembangkan koperasi di bidang usaha jasa. UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, juga telah mengatur jelas tentang Perkoperasian yang kompatibel dengan badan  usaha berbadan hukum yang dikenal dalam dunia bisnis pada umumnya.  Misalnya, UU ini juga secara tegas mengatur tentang pemisahan kekayaan koperasi dengan kekayaan anggotanya, menegaskan modal awal yang tidak boleh berkurang,  menyatakan sertifikat modal koperasi menjadi pintu masuk menghimpun modal dengan status tidak boleh ditarik sewaktu-waktu dan hanya boleh  dipindahkan. UU ini juga mengatur mengenai keharusan pengurus dan pengawas memiliki kompetensi tertentu. UU ini juga mengatur banyak hal yang terkait dengan kepailitan dan pengawasan dari Pemerintah dan sebagainya. Sehingga jika UU No. 17 tentang Perkoperasian disandingkan dengan RUU tentang Usaha Perasuransian serta maksudnya, mestinya koperasi dapat diakomodasikan  kembali ke dalam  RUU tentang Usaha Perasuransian. Jadi isu mengenai track record kekeliruan koperasi di masa lampau tidak bisa dikaitkan dengan  pemberian “hukuman” terhadap koperasi saat ini yang jelas-jelas tidak bersih dari cacat hukum.   Dengan menggunakan  UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian,  para pihak seharusnya tidak perlu meragukan mekanisme penghimpunan modal koperasi dan issue mengenai soal insolvensi, dan kepailitan tidak relevan menjadi argumentasi untuk tidak memberikan kesempatan koperasi memasuki dunia asuransi sebagaimana melihat kemajuan koperasi  asuransi di Negara-negara lain.





VII. Kesimpulan dan Saran

1.         Kesimpulan
a.          Dengan mempertimbangkan jumlah koperasi simpan pinjam, permodalan dan potensi nilai pertanggungan jiwa kredit yang sangat besar untuk menunjang berkembangnya industri simpan pinjam oleh koperasi, serta memperhatikan ketentuan  UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dan UU tentang Usaha Perasuransian serta ketentuan pelaksanaanya, koperasi di Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk mendirikan perusahaan asuransi berbadan hukum koperasi.
b.         Mengingat yang akan dikerjasamakan asuransi jiwa kredit adalah perlindungan pinjaman,  badan hukum yang cocok dibentuk adalah Koperasi Sekunder (Skd), dimana para pendiri adalah koperasi-koperasi simpan pinjam tingkat primer maupun sekunder.  Pelibatan koperasi simpan pinjam sebagai pendiri dan anggota ini sangat logis, karena usaha asuransi jiwa kredit secara rasional merupakan wujud dari kesamaan kepentingan  ekonomi seluruh anggota. 
c.          Usaha asuransi jiwa kredit oleh koperasi akan memberikan manfaat  perlindungan  jiwa peminjam, mendukung kelanjutan industri simpan pinjam, menciptakan sumber dana, membuka peluang menempatkan dana  dalam investasi, serta  mengembangkan jaringan kerjasama antar koperasi dan membuka peluang lahirnya koperasi skala besar klas dunia.
d.         Pengembangan usaha asuransi jiwa kredit oleh koperasi harus mempertimbangkan hukum bilangan besar (law of the large number).  Usaha ini akan lebih baik jika jumlah peserta sangat banyak dan saling  berkontribusi dalam permodalan dan bersama-sama menghadapi risiko gagal bayar akibat  peminjam mengalami musibah meninggal dunia, kecelakaan dan sakit.
e.          Diperlukan modal awal koperasi untuk mendirikan perusahaan asuransi sebesar Rp 100.000.000.000 (seratus milyar rupiah). Modal ini dapat dipenuhi para pendiri dengan dengan sistem tanggung renteng dan tolong menolong melalui pengumpulan setoran pokok dan Sertifikat Modal Koperasi.  Semakin banyak koperasi yang terlibat dalam pendirian koperasi asuransi, semakin memperkecil jumlah modal yang disetor oleh masing-masing koperasi.  Pelibatan banyak koperasi membuka peluang untuk mengikutsertakan lebih banyak anggota koperasi dalam usaha pertanggungan.      
f.          Pinjaman beredar koperasi yang memiliki potensi untuk diikutsertakan dalam usaha asuransi jiwa kredit  sebesar  Rp 50,267 triliun setiap bulan, atau dalam setahun  sebesar Rp  603,204 triliun.   Sementara potensi penghimpunan premi sebagai pendapatan koperasi diperkirakan sebesar Rp 32,673 milyar per bulan, atau dalam satu tahun koperasi dapat menghimpun premi sebesar Rp  392 milyar. 
g.         Kunci sukses penyelenggaraan asuransi jiwa kredit oleh koperasi adalah jika semua koperasi dan anggotanya menyadari pentingnya membangun sistem perlindungan dan semua anggota peminjam secara otomatis  koperasi simpan pinjam mengikutsertakan peminjam peminjam dalam polis asuransi jiwa kredit. 
h.         Model pengelolaan usaha asuransi kredit oleh koperasi dengan pendekatan perkumpulan (group) layak diterapkan untuk koperasi asuransi jiwa kredit. Model ini  telah diterapkan pada Daperma Induk Koperasi Kredit Indonesia (Inkopdit) diwujudkan dalam bentuk  satu polis induk, sertifikat untuk para peserta,  premi relatif rendah  dengan administrasi sederhana.   
i.           Spesifikasi program asuransi yang akan dipasarkan beserta program reasuransinya sebagai berikut :
1)               Nama Produk Asuransi Jiwa Kredit, Asuransi Kecelakaan Kredit (Credit Accident Insurance), Asuransi Kesehatan Kredit (Credit Sickness Insurance.
2)               Penetapan tarif premi yang ditawarkan kepada tertanggung antar Rp 600 s/d  Rp 650 / 1.000.000 per bulan dihitung dari outstanding pinjaman beredar per bulan.
3)               Pembayaran Premi Asuransi bisa dilakukan dengan sistem  eka-watu (premi hanya sekali, pada saat akan ditutupnya perjanjian asuransi) atau Premi Asuransi dibayarkan berdasarkan cicilan bulanan (,  pembayaran premi dicicil setiap bulan bersamaan dengan cicilan pembayaran kredit dengan jasa/ bunganya)
4)               Nilai Pertanggungan sama dengan nilai kredit awal atau  sama dengan nilai sisa kredit. Plafond nilai pertanggungan misalnya pinjaman Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah)
5)               Klaim asuransi timbul bilamana  tertanggung meninggal, mengalami kecelakaan (cacat total) atau sakit, sehingga menyebabkan pinjaman tidak bisa dibayar.

j.           Koperasi jasa asuransi jiwa kredit  harus memiliki dukungan reasuransi dalam bentuk perjanjian.
k.         Gerakan koperasi  harus mencegah terhadap setiap upaya  yang bermaksud  menghilangkan kesempatan koperasi bergerak di bidang usaha asuransi , terutama dalam rangka menyikapi  RUU Usaha Perasuransian yang telah diajukan oleh Pemerintah ke DPR


2.         Saran
a            Pemerintah dalam hal ini, Kementerian Koperasi dan UKM dan Otoritas Jasa Keuangan  perlu  menciptakan iklim yang kondusif dengan Peraturan dan kebijakan terkait dengan Koperasi Jasa Asuransi.
b           Penyelenggaraan asuransi jiwa kredit oleh koperasi memerlukan  ketentuan atau aturan main yang mengharuskan semua koperasi simpan pinjam secara otomatis  mengikutsertakan peminjam dalam polis asuransi jiwa kredit.  Untuk itu diperlukan suatu  konvensi  nasional dengan tema koperasi gotong royong membangun asuransi jiwa Kredit. Peserta konvensi diusulkan stakeholder gerakan koperasi yaitu Pemerintah Pusat dan Daerah, Dekopin, koperasi sekunder, koperasi  primer skala besar.
c            Pemerintah perlu membantu memecahkan permasalahan kebutuhan modal awal pendirian koperasi asuransi,  memberikan  bimbingan dan kemudahan serta bantuan yang diperlukan selama tahap perintisan.  
d           Pemerintah sesuai dengan amanat UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, memberikan bimbingan dan kemudahan dalam bentuk:
1)      Pengembangan kelembagaan dan bantuan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian Koperasi
2)      Bimbingan usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi Anggota;
3)      Memperkukuh permodalan dan pembiayaan Koperasi;
4)      Bantuan pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerjasama yang saling menguntungkan antara Koperasi dan badan usaha lain;
5)      Bantuan konsultasi dan fasilitasi guna memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar Koperasi; dan/atau
6)      insentif pajak dan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

g)      Dalam rangka mendukung pendirian koperasi asuransi jiwa kredit, perlu dukungan permodalan dan reasuransi.
h)      Gerakan koperasi harus  melakukan lobi politik dan  memberikan masukan kepada  DPR melalui Komisi XI  DPR. Hal ini dilakukan, mengingat RUU tersebut telah diajukan Pemerintah kepada DPR. 




Daftar Pustaka
1.                  Akhmad Junaidi, 2012, Belajar dari Pengalaman Koperasi Top Dunia : Merintis Koperasi Asuransi di Indonesia, Infokop Volume 20, Juni 2012, Deputi Pengkajian Sumberdaya UMMK, Kementerian Koperasi dan UKM,  Jakarta, Indonesia
2.                  Hendra Herdiana, 2011, Perjanjian Kredit Bank dengan Asuransi Jiwa,  http:// klikakupailit.wordpress.com/2011/05/26/perjanjian-kredit-dan-asuransi-jiwa/
3.                  Rudi Alfiandi, 1993 , Praktek Asuransi Jiwa Kredit Sebagai Jenis Asuransi, Kumpulan Dan Permasalahannya, FHUI, Jakarta
4.                  Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
5.                  Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
6.                  Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian
7.                  Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
8.                  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian
9.                  Freddy Harris, 2000, Nasabah dalam Asuransi , Raja Grafindo Persada,  Edisi Revisi, Cetakan ke VI, Jakarta,  Indonesia,
10.              R. Subekti, 2004, Kitab Undang -Undang Hukum Perdata , Pradnya Paramita, Jakarta.
13.              http://www.cucoindo.org/index.php?option=com_content&view=category&layout=blog&id=69&Itemid=177&lang=en. 
15.              Abat Elias, 2012, Jakarta, Hasil Wawancara Daperma Inkopdit,
16.              Anoni, catatan Kampus Unhalu, http://hukumasuransi.blogspot.com/2009/01/ asuransi-jiwa.html.
17.              http://economy.okezone.com/read/2013/05/15/457/807183/redirect, diakses tanggal 27 Juni 2013

2 komentar:

  1. Saya Ibu Hannah Boss, A pemberi pinjaman uang, saya meminjamkan uang kepada individu atau perusahaan yang ingin mendirikan sebuah bisnis yang menguntungkan, yang menjadi periode utang lama dan ingin membayar. Kami memberikan segala jenis pinjaman Anda dapat pernah memikirkan, Kami adalah ke kedua pinjaman pribadi dan Pemerintah, dengan tingkat suku bunga kredit yang terjangkau sangat. Hubungi kami sekarang dengan alamat email panas kami: (hannahbossloanfirm@gmail.com) Kebahagiaan Anda adalah perhatian kami.

    BalasHapus
  2. I am writing this Testimony because am really grateful for what John Rubison, did for me and my family, when I thought there was no hope he came and make my family feel alive again by lending us loan at a very low interest rate of 3%. Well I have been searching for a loan to settle my debts for the past three months all I met scammed and took my money until I finally met a God sent Lender. I never thought that there are still genuine loan lenders on the internet but to my greatest surprise i got my loan without wasting much time so if you are out there looking for a loan of any amount i would advise you to email via:
    { quickloanlender.help@gmail.com
    WhatsApp +234(0)8107393284 and be free of internet scams.

    FIRM SITE:http://quickloanfirm.webs.com/

    Kathie Roper.
    from California, USA.

    BalasHapus